Adele - Set Fire To The Rain

Jumat, 08 April 2016

Retorika Sebagai Embrio Ilmu Komunikasi.



Berdasarkan latar belakang sejarah, ilmu komunikasi telah mengalami perkembangan yang memerlukan waktu cukup panjang. Bermula dari suatu keterampilan tentang persuratkabaran (Zaitungskundedi Eropa, dan Jurnalistik di Amerika) kemudian berkembang dan berubah menjadi suatu disiplin ilmu yang bernama ilmu komunikasi.
1.              Sejarah Retorika
Sejarah Retorika dimulai pada tahun 467 sebelum Masehi, Korax seorang Yunani dan muridnya Teisios (keduanya berasal dari Syrakuse –Sisilia) menerbitkan sebuah buku yang pertama tentang Retorika. Tetapi retorika sebagai seni dan kepandaian berbicara, sudah ada dalam sejarah jauh lebih dahulu. Misalnya dalam kesusteraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias dan Odyssee menulis pidato yang panjang. Juga bangsa-bangsa seperti Mesir, India dan Cina sudah mengembangkan seni berbicara jauh hari sebelumnya.
Plato, menjadikan Gorgias dan Socrates sebagai contoh retorika yang benar, atau retorika yang berdasarkan pada Sophisme dan retorika yang berdasar pada filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran yang relatif. Filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang sejati. Ketika merumuskan retorika yang benar-benar membawa orang pada hakikat – Plato membahas organisasi gaya, dan penyampaian pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato menganjurkan para pembicara untuk menganal ”jiwa” pendengarnya. Dengan demikian, Plato meletakkan dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak. Ia telah mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (sophisme) menjadi sebuah wacana ilmiah.
2.       Definisi
Retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum (study retorika di Sirikkusa ibu kota Sislia Yunani abab ke 5 SM). Retorika (dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo). Awalnya dalam sebuah dialog dengan judul ‘Grullos’, Aristoteles mencetuskan nama The Rhetoric dan Plato menulis dalam Gorgias, menyebutkan bahwa secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis. Definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Namun, ada perbedaan antara retorika klasik (definisi yang sudah disebutkan diatas) dan praktek kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.
Retorika adalah memberikan suatu kasus lewat bertutur (menurut kaum sofis yang terdiri dari Gorgias, Lysias, Phidias, Protagoras dan Socrates akhir abad ke 5 SM). Retorika adalah ilmu yang mengajarkan orang tentang keterampilan, tentang menemukan sarana persuasif yang objektif. Dari suatu kasus Aristoteles menyebutkan bahwa retorika studi yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan saran dan pengobatannya. Adapun Richard, awal abad ke 20-an menyebutkan bahwa retorika adalah yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penetaan dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam buku Theories of Human Communication karangan Little John, mengatakan bahwa studi retorika sesungguhnya adalah bagian dari disiplin ilmu komunikasi. Mengapa? karena di dalam retorika terdapat penggunaan simbol-simbol yang dilakukan oleh manusia. Karena itu Retorika berhubungan erat dengan komunikasi Persuasi. Sehingga dikatakan retorika adalah suatu seni dari mengkonstruksikan argumen dan pembuatan pidato. Little John mengatakan retorika adalah ” adjusting ideas to people and people to ideas” (Little John, 2004,p.50)
Selanjutnya dikatakan bahwa Retorika adalah seni untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia (Hendrikus, 1991,p.14) Sedangkan oleh sejarawan dan negarawan George Kennedy mendefinisikan retorika sebagai …” the energy inherent in emotion and thought, transmitted through a system of signs, including language to other to influence their decisions or actions” (dikutip dalam Puspa, 2005:p.10) atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Retorika adalah…”suatu energi yang inheren dengan emosi dan pemikiran, yang dipancarkan melalui sebuah sistem dari tanda-tanda, termasuk didalamnya bahsa yang ditujukan pada orang lain untuk mempengaruhi pendapat mereka atau aksi mereka”
 3.       Tujuan Retorika
Tujuan retorika adalah persuasi, yang di maksudkan dalam persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap penutur (pendengar) akan kebenaran gagasan topik tutur (hal yang di bicarakan) si penutur (pembicara). Artinya bahwa tujuan retorika adalah membina saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat lewat kegiatan bertutur. 
4.       Beberapa Dimensi Ideologi Retorika
  1. Dimensi filosofis kemanusiaan, dari dimensi ini, kita mengedepankan pemahaman dari sudut identitas (ciri pembeda) antara eksistensi. Identitas pembedanya, antara makhluk manusia dengan selain manusia, antara manusia yang berbudaya, dan antara yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, pandangan hidup
  2. Dimensi teknis, berbicara adalah sebuah teknik penggunaan simbol dalam proses interaksi informasia.
  3. Dimensi proses penampakan diri atau aktualisasi diri. Berbicara itu adalah salah satu keperluan yang tidak bisa ditinggalkan
  4. Dimensi teologis, menyampaikan ajaran agama sesuatu yang wajib (dakwah)
Bicara juga ada seninya. Pernahkah anda mengamati seorang penjual obat di pasar, ketika sedang menawarkan dagangannya? Atau, pernahkah anda ikut demonstrasi di kampus anda? Kalau pernah coba amati gaya bicara sang korlap!
Retorika bukan cuma menekankan pada output verbal seseorang ketika berbicara, namun juga output non verbalnya. Percaya atau tidak, gerakan bola mata kita atau arah pandangan mata kita, bahkan benda apa yang kita pegang saat berbicara, berpengaruh pada dipercaya tidaknya ucapan kita oleh orang lain. Seni berbicara memang erat kaitannya dengan seni mempengaruhi orang lain. Salah satu kuncinya adalah kenali audiens anda. Dengan mengenali siapa yang anda ajak bicara, anda bisa memprediksi apa dan bagaimana anda harus bicara, agar ucapan anda bisa dipercaya.
5.      Lima Hukum Retorika (the Five Canons of Rhetoric).
Aristoteles, murid Plato yang paling cerdas melanjutkan kajian retorika ilmiah. Ia menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica. Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (the Five Canons of Rhetoric), yakni :
a.       Inventio (penemuan)
Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi Aristoteles, retorika tidak lain dari kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang ada”. Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
b.       Dispositio (penyusunan).
Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan.Aristoteles menyebutnya Taxis yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir manusia : pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut Aristoteles, pengantar berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas (ethos), dan menjelaskan tujuan
c.       Elocutio (gaya).
Pada tahap ini pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas”pesannya. Aristoteles mengatakan agar menggunakan bahasa yang tepat, benar dan dapat dite rima, pilih kata-kata yang jelas dan langsung, sampaikan kalimat yang indah, mulia, dan hidup, dan sesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak dan pembicara.
d.      Memoria (memori)
Pada tahap ini pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya. Aristoteles menyarankan “jembatan keledai” untuk memudahkan ingatan.
e.       Pronuntiatio (penyampaian)
Pada tahap ini, pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Disini akting sangat berperan. Pembicara harus memperhatikan suara (vocis) dan gerakan-gerakan anggota badan. (gestus moderatio cum venustate )
6.      Apakah Retorika Dapat Dipelajari?

Sebuah pepatah bahasa latin berbunyi: “Poeta nascitur, orator fit .” Artinya “seorang penyair di lahirkan, tetapi seorang ahli pidato di bina”. Sejak dua ribu tahun terbukti banyak orang menjadi ahli pidato, karena mempelajari teknik berbicara dan tekun melakukan latihan berbicara. Mempelajari retorika membangun orang untuk menjadi pemimpin. Dan dalam proses komunikasi, menguasai teknik dan seni berbicara tergantung dari usaha untuk mengembangkan kemampuan itu dan berusaha secara optimal untuk melatih diri.Retorika juga merupakan seni ilmu pengetahuan mengenai komunikasi lisan yang efektif dengan para pendengarnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempengaruhi, mengajak, mendidik, mengubah opini, memberikan penjelasan kepada masyarakat di tempat tertentu.

7.      Pembagian Retorika

Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (Linguistik), khususnya ilmu bina  bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup :
1.      Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog, di mana hanya seorang yang berbicara. Bentuk –bentuk yangtergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah dan deklamasi.
2.      Dialogika
Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, di mana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.
3.      Pembinaan Teknik Bicara
Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik  bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting dalam retorika. Dalam bagian ini lebih diarahkan pada pembinaan teknik  bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan  bercerita
8.      Alasan Untuk mempelajari Retorika

Quintilianus mengatakan : “Tidak ada anugerah yang lebih indah, yang diberikan oleh para dewa, daripada keluhuran berbicara.” Martin Luther berpendapat, “Siapa yang pandai berbicara adalah seorang manusia, sebab berbicara adalah kebijaksanaan, dan kebijaksanaan adalah berbicara.” St. Agustinus mengatakan : “Kepandaian berbicara adalah seni yang mencakup segala –galanya.” Mengapa orang belajar retorika? Mengapa orang mau menguasai ilmu pandai bicara? Di dalam masyarakat umumnya dicari para pemimpin atau orang –orang  berpengaruh, yang memiliki kepandaian di dalam hal berbicara. Juga di bidang –  bidang lain seperti perindustrian, perekonomian dan bidang sosial, kepandaian berbicara atau keterampilan mempergunakan bahasa secara efektif sangat diandalkan. Menguasai kesanggupan berbahasa dan keterampilan berbicara menjadi alasan utama keberhasilan orang –orang terkenal di dalam sejarah dunia.Dalam sejarah dunia justru kepandaian berbicara atau berpidato merupakan instrument utama untuk mempengaruhi massa. Bahasa dipergunakan untuk meyakinkan orang lain. Ketidakmampuan mempergunakan bahasa, sehingga tidak jelas mengungkapkan masalah atau pikiran akan membawa dampak negatif dalam hidup dan karya seorang pemimpin. Oleh karena itu,  pengetahuan tentang retorika dan ilmu komunikasi yang memadai akan membawa keuntungan bagi pribadi bersangkutan dalam bidang –bidang di bawah ini :
1.      Kemampuan Pribadi
Menguasai ilmu retorika dan keterampilan dalam mempergunakan  bahasa secara tepat, dapat meningkatkan kemampuan pribadi orang yang bersangkutan. Keuntungan – keuntungannya antara lain :
a.       Rasa tertekan, tegang, takut dan cemas di depan public dapat dikurangi atau dilenyapkan.
b.      Kesadaran dan kepercayaan terhadap diri dapat semakin  bertambah.
c.       Artikulasi dalam mengucapkan kata – kata menjadi lebih jelas.
d.      Dapat memperluas perbendaharaan kata.
e.       Dapat menjadi lebih terampil dan cekatan dalam mengemukakan dan mempertahankan pendapat atau ide.
2.      Keberhasilan Pribadi
Orang yang menguasai ilmu retorika dan terampil dalam mempergunakan bahasa, dapat mengalami banyak sukses dalam hidupnya, antara lain :
a.       Mengalami kemudahan dalam proses berkomunikasi.
b.      Pengertian terhadap orang lain semakin terbina.
c.       Dapat terbina sikap batin yang positif terhadap sesama dan dunia sekitar, yang dapat memperbesar sukses dalam hidup dan karyanya
d.      Memperoleh kemungkinan lebih besar untuk menanam  pengaruh.
e.       Dapat lebih berhasil dalam usaha – usaha pribadi.
3.      Tugas dan Jabatan.
Dalam mengemban suatu tugas atau jabatan, penguasaan ilmu retorika dapat memberi keuntungan –keuntungan sebagai berikut :
a.       Dapat mengemukakan pikiran secara singkat, jelas tetapi  padat, sehingga mudah meyakinkan orang lain.
b.      Dapat membina relasi yang menguntungkan dengan organisasi, perusahaan, institusi atau partai –partai politik.
c.       Memperkecil kemungkinan kesalahan komunikasi.
d.      Memperluas pengetahuan, khususnya mengenai sumber – sumber informasi.
e.       Membantu dalam memperluas orientasi dan wawasan  pribadi.
4.      Kehidupan Pada Umumnya.
Secara umum penguasaan ilmu retorika dapat mendatangkan keuntungan –keuntungan di bawah ini :
a.       Menjadi lebih lincah dalam pergaulan dan komunikasi antar manusia.
b.      Memberi kesempatan dan kemungkinan untuk mengontrol diri.
c.       Dalam proses komunikasi yang sering, orang dapat menjadi semakin terbuka terhadap diri sendiri dan orang lain.

9.      Retorika Sebagai Satu Proses Komunikasi.

Komunikasi adalah saling hubungan antara komunikator dan komunikan, dimana komunikator menyampaikan suatu pesan kepada komunikan melalui tanda yang di gunakan untuk mencapai satu tujuan tertentu.
Empat faktor terjadinya  proses komunikasi yaitu :
1.      Komunikator
2.      Pesan
3.      Komunikan
4.      Medium atau tanda.
Komunikasi dapat terjadi dengan baik saling pengertian antara komunikator dan resipiens, harus ada perbendaharaan tanda. Perbendaharaan tanda bersama ini akan mempermudah proses komunikasi.

Contoh: Sebuah mobil bekas akan di jual.
Pemilik mobil ingin menjualnya dengan harga yang memuaskan (tujuan). Dalam pembicaraan dengan pembeli, penjual tentu tidak hanya menjelaskan tentang merk, tipe, tahun keluar dan ciri khas mobil tetap pasti dia juga akan memuji - muji mobil tersebut. Misalnya: terpelihara baik bentuknya sangat cocok dengan keadaan jalan dan tidak pernah terjadi kecelakaan. Singkatnya mobil  bekas yang paling ideal, apabila di bandingkan dengan harga sebenarnya masih terlalu murah.Di lain pihak calon pembeli juga ingin supaya dapat membeli mobil itu dengan harga yang murah (tujuan). Oleh karena itu terjadi tawar menawar dalam  perdagangan, di mana penjual dan pembeli saling argumentasi untuk mencapai tujuannya masing-masing.

Dari contoh di atas dapat dilihat aspek – aspek komunikasi retoris sebagai  berikut :
a.       Seorang pembicara menyampaikan.
b.      Seorang pendengar sebagai kawan bicara atau pelanggan.
c.       Sesuatu
d.      Dengan maksud dan tujuan tertentu
e.       Memberikan argumen-argumen dan mempertimbangkan argumen-argumen balik dari pendengar.

10.  Retorika dalam Kajian Public Relation
Kajian mengenai retorika menjadi penting dalam kajian mengenai public relations karena menurut para ilmuwan, Retorika kegiatan Public Relations sarat dengan apa yang disebut oleh Heath (1992) sebagai “Perilaku-perilaku simbolik yang bertujuan atau bisa digunakan untuk berbagi dan mengevaluasi informasi, membentuk keyakinan, serta membangun norma-norma untuk aksi kolektif yang terkoordinasi.
Penelitian-penelitian retorika di bidang public relations banyak mengilustrasikan bagaimana symbolic strategy ini telah banyak dimanfaatkan terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan corporate advocacy dan issues management. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Crable dan Vibbert (1985), Vibbert (1987) dan Heath dan nelson (1986) membuktikan bahwa “issues can be created by institutional rhetors, and that through the use of symbolic strategies, communication can influence the public policy debate.

0 komentar:

Posting Komentar